Senin, 21 November 2022

Apa yang Kami Pelajari dari Hackathon?


Pada 1415 November 2022, saya, Syamsul, dan Windy (SSW Developer), berkesempatan lagi untuk mengikuti kegiatan hackthon. Kegiatan yang sama seperti yang kami ikuti pada 2019. (Baca kisah selengkapnya dan penjelasan singkat mengenai hackathon di tulisan Mengedepankan Chatbot

Persis seperti 3 tahun yang lalu, hackathon kali ini pun menjadi momen berkumpul dan reuni. "Sobat hackthon", itulah kami, yang hanya bisa bertemu di acara hackthon. Kami juga berniat mengikuti kegiatan serupa di kesempatan-kesempatan berikutnya, baik nasional maupun internasional. Ya semoga terlaksana, aamiin.

Di kegiatan hackathon tersebut kami memilih tema metaverse, tema yang sedari awal menumbuhkan rasa percaya diri akan lolos ke babak 20 besar di Surabaya. Karena tema yang (pasti) jarang dilirik oleh calon peserta yang lain. Seperti yang saya sampaikan kepada tim, metaverse adalah tema yang akan stand-out, tidak mungkin diabaikan oleh panitia dan tim penilai. Dan akhirnya dengan tema tersebut dan judul ide yang diusung, Alhamdulillah, kami dapat masuk ke  babak 10 besar dan meraih juara best metaverse

Saya pribadi tidak berekspektasi akan mendapatkan rezeki sebesar itu. Berhasil lolos mengikuti hackathon saja sudah sangat bersyukur, karena tujuan awal untuk menantang diri sendiri. Apalagi dengan mengikuti kegiatan ngoding 24 jam, saya yakin pasti akan meraih banyak hikmah dan pelajaran, yang nantinya bisa berguna di dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. 

Lalu, apa saja pelajaran yang didapatkan setelah mengikuti dua kali hackathon? Berikut catatan kami, tentu tidak ada niatan untuk menggurui, tetapi hanya ingin menerapkan pepatah, ilmu akan abadi jika diikat dengan tulisan.

Out of the box

Istilah out of the box mungkin menjadi sangat spektakuler untuk digunakan, tapi mau bagaimana lagi memang itulah yang kami lakukan. Ide yang diajukan pada acara hackathon bukan dari pekerjaan sehari-hari. Bukan pula berangkat dari permasalahan yang dihadapi. Saya di Jakarta, Windy di Cilacap, Syamsul di Lampung. Kami bertiga tidak pernah bersentuhan dengan metaverse atau virtual reality di dalam pekerjaan. Ide itu murni dipilih karena kebutuhan akan sesuatu yang unik, yang dapat mengumpulkan kami di Surabaya. Dan memang benar, terkadang, opsi-opsi yang tidak pernah kita pikirkan itulah yang harus dipilih.

Catat dengan kertas

Setelah pengumuman 20 tim yang lolos ke Surabaya, saya langsung menyiapkan strategi mulai dari produk yang akan dibuat sampai ke bagaimana teknik presentasi kami nanti. Semua itu tercatat manual pada buku catatan biru saya. Meskipun ujung-ujungnya catatan itu akan dipindahkan ke dalam aplikasi notes di laptop, tetapi mencatat terlebih dahulu di buku adalah pilihan yang tepat. Kami bisa mencoret-coret, menuliskan catatan-catatan kecil, membuat lingkaran, centang, dan notasi lainnya secara realtime saat melakukan diskusi. Buku catatan biru itu pun menjadi semacam dokumentasi dan to-do list sebagai guidance pelaksanaan hackathon.

Well-prepared tidak pernah mengecewakan

Kegiatan hackathon seakan-akan menjadikan saya orang yang sangat berambisi, padahal sebenarnya tidak memiliki ekspektasi apa pun terhadap hasil yang akan diperoleh. Kami hanya ingin menyiapkan segala sesuatunya dengan maksimal. Dengan tujuan dapat menyelesaikan prototype ide yang diajukan.

Selain itu, hal yang membuat bangga ialah video ide yang kami kirimkan. Terima kasih kepada Windy yang sudah memberikan ide dasar dari videonya. Sehingga video yang dibuat tidak kaleng-kaleng, konsepnya sangat baik, dengan storyline dan caption yang memuaskan. Saya dan Windy beberapa hari bergadang untuk menyelesaikan video tersebut. Dan akhirnya persiapan yang baik itu tidak mengecewakan kami.

Belajar mendengarkan

Tidaklah mudah untuk menggabungkan tiga kepala (apalagi jika lebih dari tiga). Maka itulah, saat mengikuti hackathon kami belajar untuk saling mendengarkan, menerima dan memberikan feedback. Tujuannya mendapatkan yang terbaik yang dapat diraih. Sehingga tidak masalah satu atau dua gagasan dan saran tidak diterima secara mufakat. Lebih baik kalah dalam latihan daripada kalah perang. 

Dua 'pendengaran' yang berkesan bagi, yang akhirnya memberikan hasil memuaskan, yaitu pertama: ketika mendengarkan keragu-raguan dari Syamsul terhadap ide awal hackathon kami, yang mengharuskan perombakan total ide yang diusung. 

Kedua: keragu-raguan Syamsul saat kami berlatih presentasi, yang membuat saya menyarankan metode presentasi yang baru, meskipun akhirnya saya sendiri yang harus mempresentasikan produk metaverse itu.


Harus menyiapkan Plan A Plan B

Setelah berhasil berlapang dada dengan saling memahami ide dan gagasan satu sama lain, selanjutnya kami harus menyiapkan banyak rencana (plan). Minimal plan A dan plan B. Saat hackathon, terdapat banyak variable yang ditemui yang akan menentukan hasil akhir. 

Mulai dari teknis dan non teknis, dari teknologi dan orang-orang yang berkecimpung di sana, dari masalah jiwa dan raga, dan banyak sekali. Semua variable itu harus menjadi pertimbangan dalam menentukan semua plan. Semua risiko juga harus dimitigasi. Tentu saja ini akan related dengan pekerjaan kita sehari-hari. Membuat banyak plan dan memitigasi risiko atas apa yang kita lakukan tidak pernah menjadi hal yang sia-sia.

Jangan memotong apel dengan pedang samurai

Teknologi semakin maju dan canggih, tapi apakah semuanya akan cocok dengan kebutuhan kita? Tentu tidak. Hal itu pun yang sebenarnya kami sadari ketika membawa teknologi metaverse atau virtual reality (VR). 

Pada sesi penjurian 10 besar, kecemasan kami menjadi kenyataan, salah satu juri menanyakan urgensitas teknologi VR untuk dapat digunakan bagi perusahaan. Karena melihat dari tren Meta yang sepertinya gagal untuk membangkitkan metaverse, tentu banyak orang yang meragukan dan bertanya-tanya usecase apa yang benar-benar cocok dengan implementasi teknologi VR tersebut. Usecase yang dapat memberikan value added bagi perusahaan. 

Saat penjurian 10 besar itu kami dapat menjawab pertanyaan dari juri, tapi jawaban yang benar-benar membuat kami puas baru terpikir malam harinya. Jawabannya disiapkan untuk penjurian 5 besar. Tetapi tidak berkesempatan untuk memberikan jawaban itu, sebab kami tidak lolos ke tahap selanjutnya.

Harus ada yang membuka peluang sebanyak mungkin

Jawaban dari urgensitas teknologi VR itu saya sampaikan ke tim saat kami sarapan pagi. Kurang lebih seperti ini: mungkin saat ini kita masih belum mendapatkan usecase yang cocok bagi perusahaan, tapi siapa tahu ide itu akan muncul di Manggis, di Ulubelu, di Sabang, di daerah-daerah lain. Hal terpenting adalah menyiapkan platform bagi para pekerja perusahaan untuk dapat membuka wawasan dan meningkatkan skill dalam membuat aset-aset 3D. 

Itulah tujuan dari ide yang kami usung. Bukannya memberikan ikan, tapi kami menyediakan alat pancing. Sama seperti kegiatan hackathon dan ajang inovasi lainnya, peluang-peluang ide dan improvement itu harus dibuka sebanyak-banyaknya.

Sampaikan apa yang harus disampaikan

Dan jangan menyampaikan apa yang tidak harus disampaikan. Di dalam kegiatan presentasi hackathon atau bahkan saat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari juri atau siapapun, kami harus pintar-pintar memilah informasi apa saja yang 'resmi' untuk disampaikan. Teknologi apa yang digunakan. Fitur-fitur apa yang dibangun. Dan sebagainya. 

Tentu kami tidak ingin mendapatkan bola panas alias blunder, apabila sampai salah menginformasikan tentang ide atau produk yang dibuat. Pada saat menulis catatan ini pun saya harus memilih mana yang harus ditulis dan mana yang hanya akan menjadi catatan (dan kenangan) pribadi kami. Hehehe.

Jangan lupa jaga kesehatan

Walau format hackathon tahun ini berbeda dengan tahun 2019, yang mana kami mendapatkan waktu untuk istirahat selama lebih dari 6 jam, tetapi kesehatan merupakan hal yang tetap perlu dijaga. Kami bersyukur panitia menyiapkan dan memberikan banyak suplemen, obat, dan apa-apa yang dibutuhkan supaya tetap sehat. 

Karena bagaimanapun hebatnya kita dalam memprogram produk kita, kalau tubuh tidak bisa diajak kerjasama, otak sudah tidak mau diajak berpikir, semuanya akan membuat kita jalan di tempat, bahkan ambruk di tengah jalan. Maka dari itu, pesan saya kepada tim jauh-jauh hari sebelum hari H adalah tolong jaga kondisi.

Yakinlah

Dan berdoa. Berdoa ketika akan mengikuti hackathon, penjurian 20 besar, dan 10 besar adalah doa sebelum belajar. Rodhitu billahirobba, wabil islaamidina, wabi-muhammadin nabiyyaw warosula. Robbi zidnii 'ilmaa warzuqnii fahmaa. Aku rida Allah Subhanahuwataala sebagai Rabb-ku, Islam sebagai din-ku, dan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sebagai Nabi dan Rasul. Ya Allah, tambahkanlah kepadaku ilmu dan berikanlah aku pengertian yang baik. Dengan doa tersebut saya bisa merasa yakin atas bimbingan Allah Subhanahuwataala. Dan sebagai pengingat bahwa doa itu juga dapat digunakan di pekerjaan sehari-hari.

Baiklah. Itulah beberapa hikmah dan pelajaran yang dapat kami temukan, tentu saja hanya sedikit dari banyak Hikmah yang digelar oleh Allah Subhanahuwataala. Kealpaan dan kelemahan kami dalam menangkap hikmah-hikmah tersebut yang menyebabkan semuanya tidak mungkin tercatat pada tulisan ini. Beberapa mungkin akan kami temui dan dapatkan setelah beberapa hari, minggu, bulan, tahun dari waktu hackathon ini. Insya Allah.

Note: Terima kasih untuk semua panitia, juri, dan orang-orang yang berkaitan dengan hackathon atas kesempatan yang kami dapatkan. x

0 comments:

Posting Komentar