Sabtu, 19 April 2025

Hoegeng Adalah Kita

Apakah saat ini Anda berniat korupsi? Memiliki rencana untuk melakukan korupsi? 

Tentu saja, tidak! Iya, toh?

Mungkin ada yang beralasan korupsi adalah perbuatan tercela, berdosa, merugikan banyak orang, dan sebagainya, sebagainya. Tetapi mungkin juga ada yang berpikiran, bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa, dengan nilai uang yang besar --ratusan juta, miliaran, sampai triliuan, sedangkan kita (saat ini) tidak mungkin punya akses kepada uang sebesar itu. Gampangnya, belum punya "kesempatan" untuk melakukan korupsi.

Semoga alasan pertama yang menjadikan Anda dan saya tidak melakukan korupsi. Karena kita terlahir sebagai anak yang baik. Berita-berita tentang kegiatan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat pemerintahan membuat diri kita, yang baik ini, marah. Sebab korupsi tidak sesuai dengan fitrah kita yang bersih dan suci. Perbuatan itu kotor, hina, buruk.

Sampai sini, pikiran kita masih waras.

Tidak mungkin bangsa Indonesia, secara sadar akan melakukan tindakan korupsi. Anak-anak masih jujur mengerjakan soal-soal ujian. Pemuda-pemudinya masih amanah dalam berkarya. Orang-orang tua memberi panutan, agar tidak mengambil hak orang lain.

Tidak ada pungli dan uang terselip di dalam birokrasi kita. Apabila ada truk berisi muatan ikan, sayur mayur, minuman kaleng, terguling di tengah jalan, warga akan bergotong-royong membantu mengembalikan dan tidak akan mencurinya. Jika ada tas berisi uang ditemukan terjatuh di pinggir jalan, maka dengan cepat tas tersebut akan dilaporkan ke kantor polisi.

Tulisan yang Anda baca ini diniatkan menjaga optimisme itu tetap ada. Mencoba sebagai pemantik api harapan. Sebagai pembuktian bahwa bangsa ini jauh dari budaya korupsi. 

Sekali lagi, apakah saat ini Anda berniat korupsi? Memiliki rencana untuk melakukan korupsi? 

Mungkin belum, sehingga kita perlu, untuk terus-menerus, banyak meneladani orang-orang yang sampai tutup usianya tetap memegang teguh kejujuran dan integritas. Untuk menjaga "kewarasan nasional" kita. Salah satunya ialah Jenderal Hoegeng, seorang polisi dan menteri dan negarawan.

Dikisahkan, Hoegeng enggan menggunakan nama lengkapnya sebagai nama "resmi". Nama yang tertulis di mejanya atau yang tersemat di dadanya hanya "Hoegeng". Ia berdalih, nama lengkapnya terlalu berat baginya. Hoegeng Iman Santosa. "Iman Santosa berarti imannya selalu ada," ucapnya. "Padahal belum tentu Hoegeng masih mengamalkan iman sampai akhir hayat. Biarlah nanti Hoegeng pakai nama itu kalau sudah meninggal."

Teladan yang rendah hati itu meninggal dunia pada 14 Juli 2004. Kisahnya sebagai satu-satunya polisi jujur, seperti kelakar Gus Dur, seakan menjadi bukti bahwa iman Hoegeng selama hidupnya 'sentosa'. Sosok yang berintegritas itu berdamping dengan nama Bung Hatta. Sebagai ikon anti-korupsi. Sebagai simbol integritas. Sebagai pelita yang membawa optimisme, bagi negeri yang remang ini.

Memangnya, apa saja yang telah dilakukan Hoegeng, sehingga dia mendapatkan tempat di hati masyarakat sebagai polisi yang jujur? 

Saat menjabat, Hoegeng tidak pernah mau menerima pemberian dari kontraktor. Contohnya ketika dia pindah rumah dinas. Saat mendapati di dalamnya telah diisi oleh banyak perabot, seperti meja, lemari, mesin cuci dari vendor, Hoegeng meminta semua barang tersebut dikeluarkan dari rumah. Apa jadinya kalau seorang pejabat menerima pemberian dari swasta, kontraktor, vendor? Bukankah jiwanya akan tergadai?

Selain itu, untuk menghindari konflik kepentingan, Hoegeng juga pernah menutup toko bunga yang pernah dibuka oleh sang istri. Ditakutkan, orang-orang dari pemerintahan akan membeli bunga dari tokonya tersebut untuk kegiatan yang dibiayai oleh negara. Betapa luar biasanya jika pejabat sudah selesai dengan dirinya sendiri, sehingga ia tidak akan memanfaatkan jabatannya untuk menambah kekayaan!

Integritas Hoegeng tidak melulu pada hal-hal besar di pemerintahan, bahkan ia wujudkan pada hal-hal sederhana. Seperti saat bepergian, ia selalu membawa bekal makanan, lantaran pernah di suatu kesempatan keluarganya makan di sebuah restoran, ada orang yang membayari tagihan makan Hoegeng. Sehingga ia berpendapat bahwa pejabat negara tidak sepatutnya dibayari oleh rakyat untuk urusan pribadi. Pun, bagaimana jadinya jika orang yang membayari tersebut di kemudian hari meminta balas budi?


Kisah Hoegeng sudah banyak tertulis di buku-buku biografi, artikel-artikel, bacaan-bacaan. Nilai-nilai yang diyakininya dapat memberikan kita pemahaman bagaimana seharusnya seorang negarawan itu, bagaimana semestinya integritas dipegang erat, digigit dengan gigi geraham.

Dari Hoegeng pula kita belajar bahwa iman adalah pemandu hidup. Kepercayaan akan adanya Kuasa yang Maha Tinggi, yang Maha Melihat, bisa memandu kita untuk terus melakukan kebajikan. Dan menjaga keimanan juga merupakan hal yang tidak gampang. Keimanan itu naik turun, bisa saja pagi beriman, malamnya tidak. Isuk dele, sore tempe. Maka dibutuhkan upaya lebih untuk menjaga keimanan tetap tebal, tinggi, dalam.

Selain berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa; menerapkan budaya saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran; kita bisa menambah keimanan dengan ilmu. Senantiasa belajar apa itu iman, apa itu korupsi, apa saja mudharat dari korupsi, apakah negara lain yang korupsi dipimpin oleh demagog atau fasis, belajar apa saja. 

Terakhir kali, apakah saat ini Anda berniat korupsi? Memiliki rencana untuk melakukan korupsi? 

Saya yakin tidak!

Seperti apa yang telah saya tuliskan di atas. Namun, kita masih punya satu pekerjaan rumah. 

Yaitu memiliki pemimpin yang berintegritas, di semua level. 

Kita masih merindukan pemimpin yang bisa kita jadikan panutan.

Pentingnya memiliki seorang pemimpin yang menjadi teladan nasional, yang tindak tanduknya sejalan dengan nilai-nilai yang diimani. Seorang negarawan yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, jauh dari konflik kepentingan. Mereka yang menjabat tidak untuk memperkaya diri sendiri. Bukan yang berteriak "negara ini besar" ternyata maksudnya adalah potensi sumber daya alam yang akan dikeruk untuk memuaskan dirinya dan kelompoknya.

Pemimpin yang jauh dari keinginan pribadi akan menjadi ikon dari perlawanan kita kepada korupsi, kolusi, dan nepotisme. Memang kurang apalagi sejarah bangsa ini dalam menunjukkan kebobrokan otoritas pejabat negara? Korupsi, korupsi, korupsi, korupsi di segala lini kehidupan. Salah satunya disebabkan kita tidak memiliki pemimpin aktif yang bersih.

Kalau "pemimpin adalah cerminan rakyatnya", bukankah bangsa Indonesia yang tidak akan melakukan korupsi ini, juga seyogianya memilih pemimpin yang sejalan dengan nilai kita? Apakah kita terus-terusan akan mengulang kesalahan yang sama? Salah memilih presiden, wakil rakyat, gubernur, walikota?

Kita sambut 2029 dengan pemahaman bahwa kita sepatutnya dipimpin oleh pemimpin, yang 11-12 dengan Hoegeng, ikon dari kejujuran dan integritas, karena Hoegeng adalah kita.

Jumat, 04 April 2025

Panduan Praktis Sebagai Pemimpin

Pixel Art Soi


Langsung saja, saya merasa terpanggil untuk menuliskan "panduan praktis" ini. Sebuah panduan yang berisi bagaimana caranya menjadi seorang pemimpin, memuat karakter atau sifat apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Panduan dalam versi sederhana, model paling pokok, sebentuk intisari. Panduan yang terdiri dari daftar yang sering diabaikan, padahal mempunyai dampak paling besar.

Ketika disebut kata "pemimpin", tentunya yang dimaksud adalah pemimpin ideal, yang dihormati tim, bisa secara efektif mencapai target-target. Ditulis di tengah kondisi para manajemen yang tidak bisa melakukan pekerjaan manajerial, di kala para pejabat tidak tahu cara mengelola pemerintahan yang baik, di masa-masa banyak dari kita lupa bahwa semua orang "pemimpin". 

Apakah saya punya otoritas untuk menuliskan tema kepemimpinan ini? Ya, tentu saja! Berbekal pengalaman selama ini, saat menjadi pemimpin di berbagai komunitas dan organisasi. Semua yang saya tulis di sini telah berhasil memandu saya saat menjadi pemimpin dan membawa tim mendapatkan capaian yang optimal. Selain itu, tidak ada salahnya berbagi kisah dan hikmah. Mungkin saja akan berguna bagi pembaca yang budiman, atau ya minimal saya baca sendiri di masa depan. 

Karena judulnya "panduan praktis", maka akan ditulis sesederhana mungkin supaya dapat diaplikasikan, agar daftar "panduan praktis" ini bisa menjadi manfaat.

Setelah membaca tulisan ini, saya merasa yakin kita semuanya akan setuju bahwa seorang pemimpin perlu memiliki sifat-sifat yang disebutkan. Juga berharap pemimpin, koordinator, team lead, ketua kita bisa seideal itu. 

1. Selesai dengan Diri Sendiri 

Hal pertama dan paling utama, yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin, dalam tingkatan apapun, mulai dari remeh-temeh sampai level pemimpin negara, ialah sudah selesai dengan diri sendiri.  Keadaan ketika seorang pemimpin telah berdamai dengan dirinya sendiri dan tidak bergantung pada orang lain dalam artian yang negatif. Tidak egois, bersikap bijaksana, dapat mengontrol ambisi dan nafsu.

Menjadi pemimpin berarti harus rela berkorban. Waktu, tenaga, pikiran, segalanya. Semua milik pemimpin digunakan untuk mengurusi, mengatur, mengelola apa-apa yang menjadi tanggung jawabnya.

Pemimpin yang belum selesai dengan dirinya sendiri, berpotensi mengeruk sebanyak-banyak manfaat bagi dirinya, kelompoknya, atau orang-orang terdekatnya, yang bisa jadi dalam waktu yang bersamaan merugikan bermacam makhluk (orang, lingkungan, dsb). Hal ini niscaya bisa mengantarkannya ke perbuatan korupsi, kolusi, nepotisme (KKN). 

Baca tulisan saya lainnya tentang korupsi: Apakah Bisa Melakukan Korupsi di Metaverse?

Bukankah kita cukup (atau terlalu) kenyang mendengar istilah KKN? Dan muak atas segala berita tentang KKN? Tapi, coba tebak, apa yang membuat kita tidak pernah terbebas dari jeratan KKN? Salah satunya karena para pemimpin kita belum selesai dengan dirinya sendiri, semua keputusan hanya demi memenuhi hasrat dan egonya seorang.

Pemimpin seperti itu tidak akan bisa objektif. Karena ia akan terkekang oleh banyak kepentingan. Banyak mulut yang butuh ditutup, entah untuk disuap atau dibungkam.

Jika kita ingin menjadi seorang pemimpin, seyogianya sudah selesai dengan diri sendiri. Lebih mengutamakan orang lain. Mempunyai rasa kebermanfaatan bagi khalayak ramai. Dan butir lainnya pada panduan praktis ini membutuhkan sifat tersebut.

Ah, andai negeri ini dipimpin oleh para negarawan sejati, yang telah selesai dengan dirinya sendiri. Sehingga jiwa dan raga dan pikirannya didedikasikan penuh bagi bangsa.

2. Make It Simple!

ENTJ (The Executive) merupakan hasil tes kepribadian saya pada MBTI (Myers-Briggs Type Indicator) dan saya mencatat kalimat deskriptifnya sebagai berikut: kamu lebih memilih untuk memutuskan segala keputusan dengan cepat karena kamu biasanya dapat secara sigap menelaah kompleksnya masalah dan mampu menyerap informasi nonpersonal dengan jumlah yang banyak dalam satu waktu. 

Menjadi seorang pemimpin pasti akan dihadapkan pada berbagai kompleksitas informasi, permasalahan, drama, atau apapun! Sehingga, guna menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul, kita perlu dapat dengan segera menangkap semua informasi yang dibutuhkan, dan menjadikannya sederhana.

Bagaimana sesuatu dikatakan sederhana? Gunakanlah list/daftar! Apabila bisa mendefinisikan sebuah daftar, maka kita selangkah lebih maju daripada anggota tim (dan itulah peran seorang pemimpin). Membuat daftar juga berarti: satu permasalahan telah diselesaikan.

Penyederhanaan lainnya yaitu, dari opsi yang beragam, kita bisa memotongnya menjadi hanya 2-3 opsi (terbaik, paling optimal). Opsi tersebut yang akan didiskusikan bersama tim. Gunakan pula metode-metode lainnya dalam melakukan penyederhaan. The Decision Book, buku oleh Mikael Krogerus dan Roman Tschäppeler, buku yang perlu kita baca, yang berisi panduan, metode-metode dalam memutuskan segala sesuatu.

Dengan menjadikan segalanya sederhana (dalam artian positif, bukan meremehkan) kita bisa menjadi seorang pemimpin efektif. 

Pixel Art Soi


3. Visioner

Mungkin ini klise, berbagai bacaan atau pelatihan yang membahas kepemimpinan, pasti menjadikan "visioner" sebagai syarat wajib setiap pemimpin. Namun, kenyataannya tidak semua pemimpin yang saya temui berkarakter visioner. "Visioner" kan berarti dapat melihat dan berpandangan masa depan. Nah, mungkin istilah "masa depan" ini yang sering menjebak para pemimpin. Sebab terlalu abstrak dan tidak tergapai.

Bagaimana kalau kita sederhanakan menjadi minggu depan, bulan depan, dan tahun depan? Apakah menjadi lebih jelas?

Seorang pemimpin dalam suatu organisasi, perlu memiliki nalar dan rasa dan kesadaran akan apa yang akan, bisa, mungkin terjadi. Misalkan apa yang akan menjadi tren di bulan depan, apakah ada potensi lonjakan setelah implementasi suatu sistem, bagaimana dampaknya jika terdapat distrupsi pasca reorganisasi.

Memang, bagi sebagian orang, berlaku visioner itu susah. Supaya bisa menjadi seorang visioner perlu dilatih. Salah satu caranya yaitu dengan membiarkan imajinasi kita bekerja. Membayangkan segala kemungkinan dan skenario di dalam kepala.

Baca tulisan saya lainnya tentang contoh menjadi pemimpin visioner: Karang Taruna Berbasis IT

Bagi kita yang sebelumnya telah mengalami momen dan pengalaman itu sendiri, tentunya bisa lebih aware atas apa yang akan terjadi. Misalkan kita sudah lebih dari satu tahun mengurusi sebuah organisasi, jelas mengerti bagaimana pola dari segala sesuatu. Karena sewajarnya semua hal di dunia ini berpola, bagaimana pun acaknya suatu peristiwa, pasti ada polanya. Yang mesti kita lakukan adalah mencatat pola-pola yang terjadi, sebagai bahan untuk menentukan langkah di masa mendatang.

Seorang pemimpin visioner, bisa melihat apa yang terjadi di minggu depan, bulan depan, dan tahun depan, akan sangat membantu tim dalam menyelesaikan pekerjaan dan mewujudkan capaian KPI yang bagus.

4. Inisiatif

Di mana letak seorang pemimpin? Apakah berada di depan, di tengah, atau di belakang? Bisa di ketiga posisi itu. Meminjam falsafah yang diajarkan Ki Hajar Dewantara: Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani (Di depan memberi contoh, di tengah-tengah membangun semangat, dari belakang memberi dorongan). Hal terpenting pemimpin mampu berinisiatif untuk mengambil posisi tersebut.

Seorang pemimpin perlu memprakarsai dirinya dalam banyak hal. Menjadi yang pertama dalam melakukan kebaikan. Menginisiasi berbagai tindakan yang bisa memajukan perusahaan atau organisasi. Memiliki inisiatif ini juga berkelindan dengan visioner, bagaimana jadinya andaikata kita mendeteksi sesuatu akan terjadi tapi kita tidak berinisiatif untuk mengambil tindakan? Tentu visi kita tidak akan berguna.

Tapi, sifat inisiatif ini yang sering luput dari seorang pemimpin. Tak sedikit yang tidak menyadari kebutuhannya. Yang menjadikan sebuah tim seperti jalan di tempat. Bagaimana bisa seseorang disebut pemimpin atau koordinator atau team lead jikalau tidak bisa berinisiatif? Bagaimana jadinya dia hanya reaktif dan menunggu?

Bagi anggota tim, seorang pemimpin akan sangat dihormati dan dihargai apabila ia bisa proaktif, aktif, atau responsif untuk bisa di depan memberi contoh,  di tengah-tengah membangun semangat, dari belakang memberi dorongan.

5. Hormati Semua Orang

Semua manusia berharap dapat dimanusiakan oleh manusia yang lain. Seorang pemimpin perlu untuk bisa menghargai dan menghormati anggota tim dan pemimpin tim lain. Tidak meremehkan dan tidak memandang sebelah mata. Sesederhana tidak melakukan perundungan (bullying); menghargai semua pendapat yang disampaikan dan tidak 'melawan'-nya; memberi apresiasi untuk anggota tim yang berprestasi dan mencapai target (apresiasi bisa dalam bermacam bentuk ucapan, pemberian hadiah, bantuan; kita bisa menggunakan pendekatan 5 jenis love language kalau mau).

Baca tulisan saya lainnya tentang pentingnya saling menghormati: Apa yang Kami Pelajari dari Hackathon?

Sehingga, mengormati orang lain itu juga dimulai dari bertindak adil sejak dalam pikiran. Memandang semua orang setara. Aksi nyata tidak berperilaku sebagai berikut: hanya hormat kepada VP atau SVP tetapi acuh tak acuh dengan house keeping (HK). Sebaiknya jangan seperti itu. Bila kita hormat kepada orang dengan jabatan, seharusnya kita pun bisa hormat kepada orang-orang yang dianggap tidak punya jabatan. Padahal, sekali lagi, semua orang itu sama di mata Tuhan (yang membedakan adalah keimanan dan ketakwaannya).

Dengan melatih untuk bisa menghormati semua orang, seorang pemimpin akan mampu bersikap objektif dan bijaksana dalam menghadapi berbagai permasalahan yang berhubungan dengan personel tim. Bagi anggota tim, tentunya kita juga akan sangat menghormati pemimpin kita yang seperti itu.

Pixel Art Soi


6. Jadi Pendengar yang Baik

Sesudah mempunyai pemahaman bahwa semua orang setara, yang harus kita hormati, langkah selanjutnya yaitu menjadi pendengar yang baik. "Listening is not a passive activity. It is the most active thing that you can do," ungkap seseorang. Mendengarkan bukanlah aktivitas pasif, melainkan tindakan paling aktif yang bisa kita lakukan. Apalagi bagi seorang pemimpin, kita perlu membiasakan diri untuk bersikap "aktif" saat mendengarkan. Kita mendengar untuk memahami, alih-alih untuk sekadar menjawab.

Sebuah tim terdiri dari banyak orang, banyak kepala. Masing-masing memiliki pendapat dan opini yang mungkin berbeda-beda, maka penting bagi pemimpin untuk bisa mendengarkan apa yang menjadi concern anggota tim. Terlepas dari penilaian kita terhadap gagasan yang disampaikan. Bisa jadi memang tidak perlu untuk diambil tindak lanjut, tetapi membudayakan anggota tim untuk berani mengungkapkan pendapat adalah hal yang sangat bagus. Tentu kita akan menantikan ide yang cemerlang dari mereka di kemudian hari.

Sikap menghormati dan menjadi pendengar yang baik, akan memunculkan sebuah kondisi "psychological safe". Setiap anggota tim akan merasa aman untuk mengambil risiko interpersonal, berbicara, tidak setuju secara terbuka, mengemukakan masalah tanpa takut akan dampak negatif atau tekanan untuk menutup-nutupi. Juga, akan tumbuh rasa empati dan simpati serta rasa saling memiliki di antara anggota tim.

7. Jadi Teladan

Ingin punya tim yang solid dan "juara satu"? Jadilah teladan! Kita perlu menunjukkan bahwa nilai-nilai yang kita bicarakan, visi-misi yang kita gaungkan, itu telah diinternalisasi ke dalam diri. Jika memang kedisplinan adalah nilai utama tim, jadilah orang yang datang pertama kali ke kantor atau setidaknya lebih pagi dari mayoritas yang lain. Jika kompetensi merupakan inti dari organisasi, maka belajarlah terus menerus dan mengaktualisasi diri. Tunjukkan kepada tim kita!

Sungguh benarlah idiom "Actions speak louder than words". Anggota tim butuh sosok panutan yang menunjukkan apa yang seharusnya dijalankan, diyakini, dipegang. Bukankah jika kita menjadi anggota tim, juga ingin ketua kita tidak omdo (omong doang)? Maka dari itu, seorang pemimpin harus selalu berusaha untuk menjadi teladan. Betapa pun sulitnya konsep tersebut!

Dan pada akhirnya, seorang pemimpin sejati tidak perlu "jadi" teladan, karena lama kelamaan ia teladan itu sendiri (tanpa ia sadari). Tindakannya adalah apa yang ia ucapkan. Seseorang yang berintegritas, yang utuh.

Baca tulisan saya lainnya tentang integritas dalam: Integrasi Akal Sehat

8. Bacalah!

"Iqra bismi rabbika ladzi khalaq!" 

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!"

Kalimat di atas merupakan ayat pertama dari Surah Al-Alaq dalam Al-Quran, yang menekankan pentingnya membaca, belajar, dan mencari ilmu. Tidak terkecuali bagi seorang pemimpin. Di luar sana ada banyak sekali buku dan literatur yang membahas tentang kepemimpinan, yang menunggu untuk dibaca, dipahami, dan diterapkan. Anggota tim akan sangat berterimakasih jika kita bisa membaca untuk menjadi pemimpin yang lebih baik.

Membaca tidak harus bacaan yang berat. Bahkan membaca fiksi juga bisa memberikan kita manfaat. Fiksi terbukti dapat meningkatkan empati dan kepekaan sosial. Sebab kita akan menjadi tokoh yang ada di dalam sebuah karya, seperti novel atau cerita pendek. Untuk bisa memahami perasaannya, bagaimana ia mencapai tujuan dan menyelesaikan permasalahan yang muncul di dalam alur cerita.

Membaca pun bukan melulu soal literasi. Kita harus pula membaca anggota tim, rekan kerja kita. Membaca suasana hatinya, membaca ekspresi wajahnya, membaca cara ia merespon kita, membaca semuanya. Dengan begitu, sebagai seorang pemimpin, kita akan lebih mudah memahami dan mengarahkan tim. Ini perlu dilatih, salah satu caranya dengan banyak membaca buku!

Saya pernah membuat tulisan yang berisi banyak rekomendasi bacaan tentang hubungan manusia pada esai Love as a Service, bisa dibaca pada link berikut: https://www.safrizal-ariyandi.com/2023/12/love-as-service-laas.html

Pixel Arti Soi


9. Jangan Berhenti Belajar

Syahdan, menjadi pemimpin adalah tentang menjadi manusia sejati. Arif, bijaksana, utuh. Salah satu ciri menjadi manusia ialah terus belajar selama hayat masih di kandung badan. Ilmu akan mengantarkan kita kepada kebijaksanaan, pondasi dasar bagaimana kita berinteraksi dengan manusia, dalam hal ini: anggota tim kita.

Seorang pemimpin adalah seseorang yang telah selesai dengan dirinya sendiri, mempermudah dan menyederhanakan urusan, seorang visioner, memiliki inisiatif tinggi, menghormati semua orang, menjadi pendengar yang baik, menjadi teladan, gemar membaca, dan tidak pernah berhenti belajar. Sehingga dapat menyebutkan lebih banyak sifat dan karakteristik pemimpin ideal selain apa yang sudah dijelaskan di atas. Pula, untuk dapat menginformasikan kepada saya, diri yang daif ini apabila ada yang kurang dan keliru dari tulisan sederhana ini. Yang semata-mata untuk mengikat hikmah dari kepemimpinan yang pernah dilakukan.

Selamat menjadi pemimpin, orang-orang hebat! Kita sambut pemilu 2029 dengan demokrasi yang sehat, yang memanusiakan manusia, yang mengedepankan akal sehat, yang berorientasi akhirat.